• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Books
  • articles
  • Multimedia
  • Interviews
  • Talks
  • Letters
  • Events
  • Khazanah
  • Bios
  • About

RAJA SAMUDERA

Laman Resmi Kolonel Laut (P) Salim

June 29, 2010

Menyongsong Peradaban Baru Indonesia Raya

Bumi pertiwi yang terletak di jamrud katulistiwa, sebuah tempat yang bagaikan sorga bila aku bilang. Mencoba membandingkan dengan negara manapun di dunia yang pernah aku singgahi namun belum pernah aku temukan padanannya. Manusia yang mulai dari kulit hitam coklat dan putih sekalipun ada di Indonesia, Berbagai macam buah yang ada di negeri ini, ratusan lebih jenis bahasa namun juga bisa menyatu, corak ragam kehidupan di dunia ada di negeri ini. Hanya Iklim yang membedakan ya memang karna kita terletak di lintang 0º.

Nusantara bagaikan kue tart, black forest, bolu atau apapun sebutannya bagaikan kue yang lezat yang mengundang nafsu oleh para drakula asing dan dalam negeri, bahkan anak negeri sendiri yang menggerogoti lumbung nusantara sehingga rakyat makin miskin dan menderita. Biaya pendidikan melambung tinggi, pengangguran dimana dimana yang mengakibatkan maraknya kriminalitas di masyarakat. Hukum kita telah menjadi “ The spider Law” dimana hanya capung dan kupu kupu yang bisa masuk perangkap, tetapi apa yang terjadi bila cicak, buaya, gurita dan kerbau yang masuk ke jaring labah labah tersebut? Gak kebayang deh hancur berantakan tuh si spider nya.

Beberapa ilmuwan meyakini bahwasannya dahulu kala kita adalah bangsa yang besar, sebuah bangsa yang dijadikan patokan pondasi bagi peradaban dunia, mana buktinya bahkan peninggalan mereka masih misteri bak dongeng anak kecil. Berita media hampir tiap hari tidak ada yang menggembirakan pemberantasan korupsi muter muter aja sampai bingung sendiri dengernya lebih baik tidur kalee. Kehidupan ibarat roda berputar ya kalo roda sepeda jari jarinya pendek, tapi ini roda kehidupan so jangan terlalu berharap untuk bisa mengikuti semua posisinya.

Kita adalah bangsa yang kaya raya, orang bilang tanah kita tanah sorga, Tongkat Kayu dan batu jadi tanaman. Lambang negara burung Garuda yang kuat dan gagah perkasa hanya bunyi dan berkoar saat masuk iklan televisi saja, harusnya bisa teraplikasikan Garudanya terbang di langit peradaban dunia. Kejayaan Nusantara telah lama terkubur dan harus bangkit kembali, kita harus yakin terhadap perubahan yang besar manakala kesenjangan di masyarakat sudah terlalu jauh. Ya memang seperti yang di bilang Bung Karno “Manakala Kesenjangan Masyarakat Semakin Jauh Revolusilah jalan keluarnya.” Tapi siapa ya pemimpinnya yang seperti Beliau. Kita layak untuk bangkit dihormati dan disegani oleh bangsa lain, bukan sebagai bangsa jongos, bangsa budak, bangsa kuli, bukan bangsa maling dan bangsa perampok bagi negaranya sendiri.

Tinggalah sekarang bahwa kita terlahir dari masa lampau dengan menanggungnya dari segala kesengsaraan. Hutang yang tengah membengkak, gundulnya hutan yang lebat menjadi pelataran serta rusaknya ekosistem yang ada. Penyakit pun datang dengan berbagai macam jenis dan penularannya, virus AIDS sudah biasa menyebar kemana mana. Yang lebih parah lagi ternyata ditemukan selain HIV AIDS di Negeri ini AIDS yang artinya, Angkara Murka, Iri, Dengki dan Syirik. Haruskah perlu peradaban baru yang akan mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang di cita citakan leluhurnya ”tata Tentrem Kerto raharjo, Gema Ripah Loh jinawi”.

SDM di indonesia tidak kalah kalah dari negara –  negara  lain tetapi apa yang bisa diberikan oleh generasi muda saat ini? Dimanakah mereka? Apakah takut untuk kembali ke Indonesia setelah menimba ilmu di luar negeri? Pesimis melihat keadaan negaranya, padahal mereka mempunyai high potential dan high performance untuk membangun dan memberikan kontribusinya kepada negara ini? Ataukah negara ini tidak memberikan kesempatan dan memberdayakan mereka? Apakah kita hanya akan mengandalkan pada generasi tua semata? Inilah yang patut kita koreksi bersama. Jangan tanya apa yang negara ini bisa berikan tetapi tanyalah apa yang sudah kita berikan kepada negara ini.

Ada pepatah yang mengatakan “ rumput di tetangga sebelah terlihat lebih hijau ” kata – kata ini menggambarkan kecenderungan manusia untuk melihat apa yang diluar dan mengabaikan apa yang dimiliki. Ketika Nabi Musa bertemu Tuhan, kehidupan Nabi Musa berada dalam titik nadir. Dari seorang yang berkuasa dalam perkataan dan perbuatan sebagai seorang pangeran di Mesir, saat itu ia hanyalah seorang gembala di padang gurun, dan menggembalakan domba mertuanya, Yitro. Dalam keadaan bukan apa – apa, dan tanpa apa – apa itulah Tuhan menampakkan diri-Nya dalam bentuk semak menyala! Disanalah Tuhan mengutus Nabi Musa untuk menghadap raja Fira’un. Musa tidak memiliki modal apapun! Tuhan berfirman, “apa yang ada ditanganmu itu?” tuhan mengimpartasikan otoritas dan kuasa-Nya melalui apa yang dimiliki seseorang. Tongkat yang dipegang Musa saat itu adalah tongkat biasa, dan tidak memiliki kelebihan dibandingkan kayu lain. Namun Tuhan memuliakan pekerjaa-Nya dari apa yang biasa ditangan kita.

Saya yakin dan percaya bahwa anda juga mempunyai potensi yang besar untuk ikut berpartisipasi dalam transformasi Indonesia, dengan tidak mengulangi kesalahan yang telah dibuat bersama. Manakala kesenjangan sosial di masyarakat telah jauh saatnya untuk melaksanakan revolusi menyongsong peradaban baru Indonesia Raya.

Share this:

  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Reader Interactions

  • Facebook
  • Twitter
  • YouTube

COPYRIGHT © 2010 - 2019 RAJA SAMUDERA