• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Books
  • articles
  • Multimedia
  • Interviews
  • Talks
  • Letters
  • Events
  • Khazanah
  • Bios
  • About

RAJA SAMUDERA

Laman Resmi Kolonel Laut (P) Salim

July 6, 2010

Membangun Karakter Bangsa Bahari

“Lautan luas membentang, mengharap putra putri guna menjadi benteng samudera. kuat kokoh nan jaya. Maju lah maju bangsaku bangsa bahari. Jaya lah Jaya Nusantara bangsa Bahari. “

Fenomena laut yang sangat eksotik namun menyimpan sejuta misteri yang di kandungnya, memiliki sebuah prinsip hidup yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari hari, baik dalam lingkup keluarga, lingkungan masyarakat serta berbangsa dan bernegara. Semua itu merupakan suatu anugerah illahi yang patut disyukuri, karena banyak hikmah kehidupan yang dapat di petik dari laut.

Makna Laut dalam kehidupan

 

Kalau saja aku tidak melaut maka tidak akan aku temukan makna yang terkandung di dalamnya. Bayangkan ketika anda bepergian lewat darat, laut dan udara, mana yang akan mengalami dan merasakan kehidupan yang siap merubah segalanya kedalam extrim points of life.

Saat tali terakhir lepas dermaga kita akan merasakan sengatan terik panas mentari, merasakan lelahnya di ayun ayun ombak dan gelombang. Namun disinilah pelajaran kehidupan dimulai “Tanpa Suatu Pengorbanan akan Kesakitan dan usaha serta kerja Keras suatu hasil yang diinginkan tidak mungkin akan tercapai.”

Saat di tengah laut, manusia yang mengawaki kapal tergulung deburan riak ombak dan badai, merasakan mabuk laut yang bisa melepaskan tulang tulang persendian. Saat itu pula lah bayang bayang akan berpisahnya roh dari tubuh mulai dirasakan. Lantas munculnya suatu power dari dalam tubuh manusia baik untuk bertahan untuk diri sendiri maupun dalam membantu sesama. Oleh karenanya bagi seorang pelaut memilki teman merupakan suatu kekayaan dari sinilah jiwa Seaman Brotherhood terbentuk.

Sejauh Horizon memandang aku merasakan bahwa manusia seluruhnya dapat tenggelam dalam pekatnya malam gulita dan sunyi dalam kesendirian tanpa secercah bintang di kala malam, dan hanya melihat goresan buih yang putih tanpa dinding cakrawala di siang hari. Rasa gundah dan gelisah bahwa dalam hitungan detik cuaca bisa berubah menjadi malapetaka, Aku dan lainnya bagaikan akan mati dalam hitungan menit. Namun disinilah pelajaran hidup di petik betapa sangat kecilnya kita ditengah lautan yang maha luas.

Saat di tengah laut disamping kutemukan kedamaian namun merasakan adanya keganasan yang luar biasa, kesendirian dan kebersamaan, keberanian dan ketakutan, semangat hidup dan frustasi, hidup dan mati. Semua kejadian hal tersebut sangat tipis bagaikan sutera dinding pembatasnya.

Lantas apa yang didapat dari pelajaran diatas?

Pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa diatas secara alami diperoleh oleh manusia, secara tidak disadari akan menjadi faktor pembentuk karakter, suatu human Character yang memahami harkat dan martabatnya sebagai makluk ciptaan Tuhan. Tempaan dilaut menjadikan manusia yang berani, ulet, teguh dan tekun dalam menempuh cita-cita yang mulia, serta sadar bahwa segala sesuatu mengenai perjalanannya telah terencana dengan seksama; baik tujuan, arah dan waktu tempuhnya, maupun rezeki yang menjadi haknya.

Tempaan dilaut menjadikan manusia akan menghargai hidupnya, menghargai hidup orang lain dan lingkungannya, memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi, tanpa pernah mengungkit latar belakang suku, agama atau ras-nya.

 

 

Negara Maju yang memiliki semangat bahari yang tinggi.

Tak diragukan lagi akan kehebatan bangsa bangsa meritim besar di dunia, lihat saja Inggris, Belanda, Amerika dan Jepang serta bangsa lain yang telah mengenal makna laut sebagai urat nadi pembangunan Bangsa mereka. Inggris dan Jepang tidak memiliki pilihan selain menyadari akan Gegraphical awareness dan kenyataan bahwa sumber daya yang tersedia di wilayah daratnya tidak akan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan nasionalnya. Melautlah mereka agar bisa berkembang maju dan sejahtera.

Negara kontinental seperti Amerika Serikat memiliki visi bahwa untuk menguasai dunia mereka harus menguasai lautan. Dimana visi ini juga diterapkan oleh Inggris raya beberapa abad yang lalu. Akhirnya dengan visi tersebut Amerika melesat menjadi kekuatan dunia yang besar dengan kemampuan ekonomi yang besar pula.

Kita lihat negeri Kincir angin negara pantai yang kecil diapit oleh kontinental besar seperti Perancis dan Jerman, sebuah negri yang pernah menjajah kita selama ratusan tahun harus berjuang dengan kekangan Geografis untuk mencari rempah dan menjajah Indonesia. Hanya dengan semangat dan karakter sebagai bangsa pelaut yang mereka miliki dengan menempuh ribuan mil laut untuk sampai ke Nusantara.

Padahal masyarakat Indonesia Timur yang sebagian besar tinggal di pulau-pulau kecil, sehari-harinya hidup dari berburu hewan di hutan atau berburu hasil laut seperti ikan, teripang, serta beragam hasil laut lainnya. Mereka tidak bisa mengekploitasi sumber kekayaan alam yang melimpah di laut karena harus di cekoki dengan agraris yang mana lahan mereka tandus gersang bagaikan hamparan batu pualam yang akan di tanami.

Bukti nyata bahwa negara Kepulauan di rubah menjadi Agraris, maka tampak telah terjadinya ketimpangan pembangunan. Tidak heran jika kemajuan pembangunan hanya terjadi pada masyarakat agraris yang sebagian besar menetap di Jawa, Sumatra dan Bali. Sementara di Kalimantan, Papua, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara, sebagian besar masyarakatnya masih hidup dari berburu dan meramu, seolah hanya jadi obyek penderita dari program pembangunan nasional.

Padahal masyarakat Indonesia Timur yang sebagian besar tinggal di pulau-pulau kecil, sehari-harinya hidup dari berburu hewan di hutan atau berburu hasil laut seperti ikan, teripang, serta beragam hasil laut lainnya. Mereka tidak bisa mengekploitasi sumber kekayaan alam yang melimpah di laut karena harus di cekoki dengan agraris yang mana lahan mereka tandus gersang bagaikan hamparan batu pualam yang akan di tanami.

Karakter Bangsa Bahari

Bung Karno mengajarkan, bahwa kebangsaan itu timbul karena memiliki kehendak untuk bersatu, dan didorong oleh rasa kesamaan nasib dan kesamaan tujuan, yang kemudian menimbulkan semangat persatuan dan kesatuan untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa. Sebagai Bangsa Indonesia yang terdiri dari sebagai suku-suku bangsa budaya dan agama, hidup dalam suatu negara dengan lingkungan kelautan, maka Bangsa Indonesia memerlukan ciri-ciri bahari sebagai nilai-nilai kebangsaan dan wawasannya.

Setengah abad lebih semenjak proklamasi kemerdekaan, karakter bangsa Indonesia tidak lagi menggambarkan karakter suatu bangsa bahari seperti yang ditunjukkan dalam masa kejayaan Sriwijaya – Mojopahit. Bahkan, bagi sebagian besar masyarakat, laut merupakan tempat yang “angker” dan “tidak menyenangkan”. Masyarakat lebih banyak mendengar mitos-mitos, misteri, dan cerita menakutkan dari laut ketimbang kisah-kisah hebat dan membanggakan. Cerita tentang Hang Tuah tidak bisa menjadi icon seperti yang tumbuh di negara lain seperti Sinbad atau Popeye.

Kelemahan karakter inilah yang membuat tidak mampu memanfaatkan hasil laut dengan optimal, di mana kebijakan pembangunan nasional juga sulit berpaling dari orientasi kontinental.   Dan, apabila hal ini tetap dibiarkan, maka mengakibatkan Bangsa Indonesia hanya bisa menonton tanpa bisa berbuat apa-apa saat bangsa lain datang dan menjarah kekayaan lautnya. Kelemahan itu membuat Indonesia menjadi bangsa yang kurang berani dan kurang teguh.

Bangsa yang memiliki karakter bahari tidak mesti diartikan sebagai bangsa yang sebagian besar bermata-pencaharian sebagai nelayan atau pelaut. Bangsa bahari adalah bangsa yang sadar bahwa hidup dan masa depannya bergantung pada lautan serta memanfaatkan laut dengan sebaik-baiknya.

Bangsa berkarakter bahari adalah bangsa yang nasionalismenya mampu menyatu bagaikan air, tanpa mengenal identitas kelompok; serta mempunyai keimanan yang teguh dan kokoh bagaikan tegaknya karang di laut, yang tidak tergoyahkan oleh hempasan ombak dan gelombang.

Bangsa yang demikian pada waktunya akan menghasilkan pemimpin dan negarawan berani, yang akan menjalankan kegiatan pemerintahan berorientasi kepada kelautan, giat membangun, dan memelihara pelabuhan-pelabuhan yang mampu menerima semua jenis kapal dan muatannya serta membuat regulasi yang menarik bagi para operator perkapalan dan perdagangan manca negara.

Bangsa yang demikian dipenuhi pedagang-pedagang bervisi ekonomi ekspor atau inter-insuler. Bangsa yang demikian memiliki petani yang sadar hasil tanamnya mampu bersaing di negeri seberang yang dapat dijangkau dengan kapal-kapal. Singkatnya, suatu bangsa berkarakter dalam menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, maka kesibukannya di laut mampu menandingi irama gelombang samudera.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa cepat membuka pintu gerbang negara ini sebagai bangsa Bahari yang besar dan bisa mewujudkan cita cita leluhurnya, yaitu masyarakat adil dan makmur gema ripah loh jinawi.

Share this:

  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Reader Interactions

Comments

  1. bunda Annisa says

    July 10, 2010 at 12:27 pm

    Assalamualaikum “Raja Samudera”…

    Salam kenal,

    Perkenankan saya menyampaikan sedikit pemikiran sederhana saya sebagai seorang ibu dari 2 orang anak, yg juga sebagai pemerhati “Nasionalisme bahari”.

    Upaya membangun karakter bangsa bahari, seiring dengan warisa Orde Baru, yg menekankan bahwa negara kita adalah negara agraris, semakin “membelokkan” karakter dasar bangsa Indonesia sbgai bangsa bahari (membenarkan tulisan anda sebelumnya).

    Hal ini dapat kita lihat contoh yg paling mudah dan mendasar, bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia, mulai dari SD sampai perguruan tinggi, lebih menekankan pada “karakter ke-agraris-an” bangsa Indonesia, dibandingkan dengan “karakter ke-bahari-an”nya.

    Sebagai saran sederhana, yang mungkin sedikit berguna, dalam upaya membangkitkan kembali “karakter ke-bahari-an” bangsa, khususnya yg harus ditanamkan sejak usia dini, maka ada baiknya jika antara AL-RI dgn Pemerintah (cq Diknas) “bergandeng tangan” memasukkan kurikulum khusus tentang “ke-bahari-an” dalam setiap jenjang pendidikan. Bila perlu diajarkan khusus oleh para “mentor” yg pengajarannya disesuaikan dengan masing2 jenjang pendidikan. Yang mungkin bisa ditindak lanjuti dengan “praktek ke-bahari-an secara langsung, dalam upaya lebih mengenalkan secara langsung kepada para anak didik.

    Tentunya hal tersebut dilakukan secara intens dan berkesinambungan, agar lebih “men-darahdaging” pada generasi muda. Mengadakan even2 “ke-bahari-an”, dengan promosi segencar mungkin melalui berbagai media atau mungkin dengan sedikit “rangsangan” reward atau hadiah, mungkin bisa lebih mengenalkan “karakter ke-bahari-an” kepada khalayak khususnya generasi muda.

    Semoga upaya pembentukan karakter bahari bisa dicapai dan berguna bagi kemajuan bangsa dan negara kita tercinta.

    Salam hormat,

  2. Raja Samudera says

    July 10, 2010 at 9:34 pm

    Waalaikum salam

    Sebuah pemikiran yang bagus dan patut dicontoh, semoga apa yang ibu sampaikan diatas di baca oleh pengambil kebijakan. Sangat langkah sekali masyarakat kita yang memilki pola pikir seperti ibu semoga ini merupakan cerminan bahwa inilah wujud bahwa rakyat kita masih memilki Gegraphical Awareness.
    Namun sangat disayangkan negeri yang di bilang negera kepulauan terbesar ini belum memilki pemimpin yang memilki Ocean Leadership yang handal dan berwawasan Global. Apabila rakyat sudah mengerti sekali lagi tergantung pengambil kebijakan, apakah masih memilki geographical awarenes dan Ocean Leadership yang cerdas,, atau memang sengaja pura pura tidak tahu kalau negara kita adalah negara kepulauan yang tentunya jelas sekali diperlukan pembangunan karakter sebagai bangsa bahari.

    Trima kassih

    Salam Kebangsaan

  3. Patriot says

    July 17, 2010 at 12:51 pm

    Membangun karakter…………..

    memang melihat kondisi negara saat ini, doktrinasi nya Land Minded banget…..

    jadi ya…… begitulah…

    Teruslah berkarya Sang Raja Samudera….

    Semoga Kesuksesan senantiasa Menyertai anda…….

  4. Raja Samudera says

    July 18, 2010 at 12:26 am

    trima kasih pak

    ya trus berkarya jkalau gak sibuk pak,,

    hanyalah clotehan yang gak bermakna dan unek unek yang tak berujung

    anyway Gracias muchas

    hasta lavista

    sukses juga buat Sampiyan

  5. bunda Annisa says

    July 18, 2010 at 2:08 am

    Betul ! Kami tunggu karya2 anda lainnya,,, Wahai sang “Raja”.

  6. b.saeful hadi says

    May 3, 2014 at 1:34 pm

    assalamu ‘alaikum
    salam kenal, tapi apa bener ya nama aslinya Raja Samudera?
    Saya 1000% setuju dan aprciate sama tulisan bapak. Saya membaca tulisan ini, krn kebetulan saya sdng mempunyai pemikiran yang sama dengan Raja Samudera, nah ketika saya googling ketemulah saya dg tulisan ini. Saya bermaksud menulisa artikel jg dan mohon ijin untuk menggunakan tulisan ini sebagai referensi, tapi nanti menulis nama pengarangnya bgmn? apakah tetep dengan nama Raja Samudera.
    Salut buat Raja Samudera, terus jangan bosan untuk menyuarakan kebenaran thd bangsa yang sedang salah arah ini.
    Wasslamu ‘alaikum

  7. Raja Samudera says

    May 3, 2014 at 1:49 pm

    waalaikum salam

    trima kasih pak saeful hadi, semoga tulisan ini bermanfaat
    silahkan pak kalau mau jadikan refernsi

    dengan nama rajasamudera.com
    atau

    http://www.tandef.net/users/salim

    salam hormat

  • Facebook
  • Twitter
  • YouTube

COPYRIGHT © 2010 - 2019 RAJA SAMUDERA