• Skip to primary navigation
  • Skip to content
  • Books
  • articles
  • Multimedia
  • Interviews
  • Talks
  • Letters
  • Events
  • Khazanah
  • Bios
  • About

RAJA SAMUDERA

Laman Resmi Kolonel Laut (P) Salim

July 14, 2014

Pilpres 2014 akan Mendapat Bonus Chaos dari Alam Semesta

“Dengan mengetahui sejarah bangsanya maka sesorang dapat menghargai kehebatan dan jerih payah pendahulunya dalam membangun negeri dengan keringat darah. Bila kita bisa menghayati sejarah maka kita bisa menciptakan semangat kebangsaan dan nasionalisme yang kuat yang dapat membabat habis benih perpecahan bangsa.”

Dampak liberalisme dan indvidualisme selain membawa kemajuan di bidang budaya poltik dan kemanusiaan (HAM) serta kebebasan yang ditempatkan pada posisi terdepan. Namun liberalisme dan individualisme juga mengancam kehidupan kolektif di negara negara otoritarian. Kedua model baik individualisme dan kolektifisme telah sejak dini dihindari oleh pendiri negara Indonesia dengan merumuskan dasar negara pancasila. Dalam Buku Dzikir Daud untuk meruwat Kepemimpinan Nasional hal 239 – 257 bahwasannya, MPR kurang menyadari bahwa pemilihan ini mengandung permasalahan yang mendasar. Hubungan dominan di masyarakat adalah hubungan primer yang cenderung pada “Pemikiran hitam putih” kalau bukan kawan maka ia adalah lawan yang harus dihancurkan. Sistem pemilihan langsung bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat yang bisa dilihat pada pemilihan lurah didesa atau menonton sepak bola. Dengan melihat begitu banyaknya faktor disintegrasi yang tertanam secara dalam dan permanen dalam tubuh masa dan bangsa maka pemilihan langsung ini bisa menimbulkan problem tersendiri.

Kemana sekarang Pancasila ? Kemana sekarang UUD 1945?

Pancasila sebagai penjaga keseimbangan dua model tersebut sehingga mampu mengantisipasi ancaman dari berbagai kubu, khususnya dalam era reformasi dan demokrasi di indonesia yang telah mulai mengedepankan HAM dan kebebasan individu hampir tanpa batas. Dalam hal ini Indonesia lebih memilih definisi nasionalisme dari Ernes Renan, yaitu keinginan untuk hidup bersama dan keinginan untuk eksis bersama yang bertumpu pada kesadaran adanya jiwa dan prinsip spiritual dan berakar dari kepahlawanan masa lalu. tetapi prinsip nasionalisme tersebut nampaknya mulai pudar saat berhadapan dengan globalisasi pada hampir seluruh sendi kehidupan bangsa.

Pemerintah sekarang telah menerapkan pemikiran james madison, setelah orde baru tumbang dilanjutkan dengan reformasi dan MPR telah melakukan serangkaian perubahan terhadap UUD 1945 (Buku Dzikir Daud untuk Meruwat Kepemimpinan Nasional hal 239 – 257)

Teori Konspirasi Global dan Proses penghancuran Indonesia

Adanya konspirasi global yang berusaha menghancurkan bangsa Indonesia agar pecah menjadi 17 negara merdeka, baca dan googling tentang berbagai macam teori konspirasi global.  Gerakan ini telah berhasil menghilangkan Uni Soviet dari peta dunia. Uni Soviet yang selama 70 tahun adalah satu negara kuat terpecah menjadi 15 negara merdeka yaitu; Azerbaijan, Kazakstan, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Kirgiztan, Latvia, Lithumania, Estonia, Belarusia, Ukraina, Moldova, Georgia, Armenia dan Rusia. Selain Uni Soviet, Yugoslavia juga telah dilenyapkan peta negaranya dari muka bumi setelah bertahan selama 70 tahun. Tahun 1991-1992 Yugoslavia dipecah menjadi 6 negara merdeka yaitu: Slovenia, Kroasia, Bosnia, Herzeqovina, Macedonia dan Serbia Montonegro. Tahun 2005 Montonegro lepas dari Serbia.

Proses Penghancuran

Menurut Djuyoto Suntani (Bapak Gong Perdamaian Dunia). 2007: halaman 74-77 menyatakan bahwa indonesia akan pecah pada tahun 2015, berdasarkan siklus 70-tahunan. Dikatakan bahwa, di wilayah nusantara ini telah terjadi proses persatuan dan berdiri 2 kerajaan dan 1 negara, dan 2 kerajaan tersebut usianya rata-rata 70-tahunan, yaitu:

Kejayaan Sriwijaya abad 6-7 masehi, kerajan yang berpusat di sumatera ini, memiliki armada laut yang kuat, menyatukan penduduk nusantara dalam satu bendera Sriwijaya, kerajaan yang sangat disegani sebagai pusat agama budha di asia tenggara, pusat ilmu pengetahuan, dan pusat perdagangan. Kharisma sriwijaya sampai ke malaysia, thailand, dan filipina. Tetapi memasuki usianya yang ke-70 hancur karena di berbagai daerah menuntut merdeka menjadi kerajaan kecil, akibatnya pemerintahan pusat Sriwijaya kehilangan wibawa.

Gemilang kerajaan majapahit abad 13-14 masehi, dengan pusat di trowulan, jawa timur. Kebesaran raja hayam wuruk dan mahapatih gajah mada, sangat legendaris sebagai pemersatu nusantara,yang dikenal dengan sumpah palapa. pengaruh majapahit bukan hanya wilayah NKRI sekarang tetapi sampai ke semenanjung malaya, filipina, thailand, srilangka, dan madagaskar. namun kepahitan mulai muncul di usia ke-70, terjadi gesekan politik menyebabkan di berbagai daerah pelan-pelan melepaskan diri dari kerajaan majapahit ; sedangkan sisa kerajaan majapahit dibangun di demak, jawa tengah oleh keturunan langsung berdarah sriwijaya-majapahit, yaitu raden fatah.

Ketika penulis sesuaikan dengan waktu lamanya kerajaan tersebut memang tidak berlangsung 70 tahun namun ratusan tahun, tetapi setelah saya cermati pergolakan dan proses pergantian kepemimpinan yang masif terjadi selama durasi 70 tahunan. Setelah melihat kedua kerajaan yang ada di Nusantara tersebut marilah kita rekatkan potongan puzzle yang ada di NKRI.

Persatuan di zaman Republik Indonesia  yang dideklarasikan 28 Oktober 1928 dengan nama sumpah pemuda yang akhirnya membawa bangsa Indonesia pada kemerdekaan 17 agustus 1945. Hubungan dari teori konspirasi 70 tahun adalah: Sumpah Pemuda tahun 1928 dan 70 tahun kemudian 1998 reformasi berlangsung yang diawali pada awal 1990 an jaringan the Luciferians Conspiration sepakat menyusun strategi untuk menghancurkan ekonomi Indonesia. Mereka memutuskan tahun 1997 sebagai awal proses penghancuran. Mereka menyusun skenario maha dahsyat “menghancurkan kekuatan Indonesia”. Pada Juli 1997 perekonomian Indonesia babak belur. Mereka melakukan serangan Jum’at. Setiap hari Jum’at, saat karyawan Bank Indonesia melaksanakan shalat Jum’at dengan bantuan teknologi canggih gerakan Illuminati mengambil simpanan cadangan dollar USA di Bank Indonesia. Minggu kedua Juli 1997 nilai tukar dollar kerupiah Rp.2.400 tiba-tiba naik menjadi Rp.3.500 pada Jum’at sore harinya, pasar dan pelaku ekonomi jadi panik. Jum’at berikutnya naik ke level Rp.5.500 seterusnya setiap Jum’at sore bergerak naik ke Rp. 7.000 sampai menembus angka Rp.20.000.-

Setelah strategi serangan Jum’at berhasil, gerakan itu melangkah ke strategi berikutnya yaitu memecah belah antara pemimpin dan membuat pengkotak-kotakan. Gerakan mereka terbungkus rapi dengan mengatasnamakan demokrasi, hak azasi manusia dan kebebasan pers. Setelah berhasil memecah-belah kekuatan pemimpin bangsa, mereka masuk pada strategi berikutnya yaitu penyesatan opini dan penciptaan musuh bersama.

Illuminati Internasional membuat garis kebijakan mendasar pada patron penciptaan “Tata Dunia Baru”. Peta negara di dunia digambar ulang. Negara Uni Soviet dipecah menjadi 15 negara merdeka. Yugoslavia dipecah menjadi enam negara (sebentar lagi tujuh, Kosovo segera merdeka). Cekoslowakia menjadi dua, Irak segera dipecah menjadi “tiga Negara” (negara Syiah, negara Sunni dan negara Kurdistan). Peta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) kini sedang digarap untuk dipecah menjadi “17 negara merdeka”. Dalam “versi mereka” Republik Indonesia disisakan tinggal “Republik Jamali” (Jawa, Madura dan Bali) sebagai induk imperium Majapahit Mataram.

Mereka mengusung tema “the new worl order” secara terus menerus. Sejumlah negara Eropa yang melawan, diejek dengan sebutan “old Euro” (Eropa Tua) yang sudah usang. Dalam sistem “Tata Dunia Baru”, obsesi besar mereka, dunia harus berada dalam “Satu Sistem Pemerintahan (kapitalis di bawah AS), Satu Mata Uang (Dollar AS), Satu Sistem Agama (Sekulerisme-Universal). Melalui matra berdimensi spiritual yang diletakkan pada gambar sebelah kiri mata uang “satu dollar USA”, mereka berambisi menguasai dunia. Dengan strategi “satu Dollar menguasai dunia”, mereka berupaya memporak-porandakan struktur budaya, tradisi masyarakat, ekonomi, politik internasional dan peta geografi dunia. Strategi itu dijabarkan lewat pemasangan lambang Illuminati pada mata uang satu dollar USA.

Apakah setelah reformasi kita bertambah lebih baik?

Selanjutnya adalah kalau 70 tahun pertama dari Sumpah pemuda menghasilkan gelombang reformasi tahun 1998, maka Proklamasi kemerdekan RI tahun 1945, 70 tahun setelahnya adalah 2015. Momen yang tepat digunakan adalah pilpres 2014 menjelang tahun 2015. Konflik kekuasaan dan dendam kesumat antar elit ditambah intervensi asing akan bergejolak, menunjukkan Indonesia diujung tanduk dipenguhujung tahun 2014. Puncak dari penerapan demokrasi yang kebablasan dan ternyata selama ini rakyat dibohongi dengan pelaksanaan lembaga survey Quick Qount dan siapa yang menjamin bahwa kecurangan ini berlaku pada pemilu pemilu sebelumnya, kenapa baru mengetahui sekarang bahwa semua hasil pemilu direkayasa sesuai dengan keinginan penguasa dan kepentingan?

NKRI telah menyimpang dari rel lintasan sejarah perjuangan bangsa. Pancasila bukan lagi menjadi landasan idiil bangsa, UUD 1945 bukan lagi menjadi Landasan Konstitusional bangsa, wawasan nusantara bukan lagi menjadi landasan visional bangsa, Ketahanan nasional rapuh semua itu disebabkan demokrasi yang tidak lagi sesuai dengan karakter bangsa Indonesia, memang kita menggunakannya namun hanya slogan dan tinggal kenangan. Kita telah menerapkan demokrasi ala James Medison yang ditetapkan di Amerika. Para pemimpin negara kita dan sementara kaum politik suka menyatakan kebanggaannya bahwa Republik Indonesia telah menjadi negara demokrasi ketiga di dunia setelah AS dan India yang penduduknya lebih banyak. Tepatkah kebanggaan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu lebih dahulu kita tetapkan apa yang dimaksudkan dengan demokrasi. Menurut Webster’s College Dictionary, demokrasi adalah satu bentuk pemerintahan yang kekuasaan utamanya ada di tangan rakyat.

Namun, pengertian demokrasi yang universal ini dilaksanakan tidak sama di berbagai negara di dunia. Bangsa-bangsa melaksanakan demokrasi sesuai dengan pikiran dan perasaan yang hidup di bangsa itu. Maka, yang beda falsafah hidupnya tentu juga beda melaksanakan demokrasi. Bahkan, tidak sedikit bangsa Barat dengan falsafah hidup sama, yaitu individualisme-liberalisme, toh beda melaksanakan demokrasi karena pengaruh sejarah dan kepribadian masing-masing, seperti perbedaan antara Inggris dan Perancis. Itu berarti bahwa kurang benar pendapat sementara orang bahwa demokrasi adalah kehidupan yang ada di Amerika Serikat (AS) yang negara terkuat di dunia, dan bahwa demokrasi di Indonesia harus seperti yang terjadi di sana.

Dibajak dan makin runyam

Menurut Sayidiman Suryohadiprojo Mantan Gubernur Lemhannas dan Mantan Dubes RI di Jepang mengatakan bahwa;  Demokrasi di AS dilandasi falsafah hidup bangsa itu, yaitu individualisme-liberalisme. Sementara falsafah hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila dan telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara yang hingga kini tidak berubah. Karena Pancasila berbeda secara fundamental dari individualisme-liberalisme, adalah tidak benar untuk menganggap demokrasi di AS cocok dengan pikiran dan perasaan rakyat Indonesia. Demokrasi di Indonesia baru cocok untuk bangsanya apabila didasarkan Pancasila. Namun, celaka bagi bangsa Indonesia bahwa reformasi yang dilakukan pada tahun 1998 dipimpin orang-orang yang kurang menyadari hal itu. Akibatnya, reformasi dibajak pihak-pihak yang memperjuangkan sikap hidup individualisme-liberalisme.

Memang bangsa Indonesia memerlukan reformasi, atau lebih tepat restorasi, untuk memperbaiki kondisi bangsa yang kurang baik. Akan tetapi, karena kurang waspada, reformasi dapat ditunggangi pihak-pihak tertentu sehingga menjadi salah arah. Itulah sebabnya, masuknya individualisme-liberalisme secara deras dalam masyarakat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti terjadinya kebebasan yang kebablasan dalam berbagai aspek kehidupan. Dampak lain adalah makin banyak masuknya paham neoliberalisme dalam kebijakan pemerintah, terutama dalam ekonomi, yang kurang memerhatikan kepentingan rakyat banyak. Bahkan, kemudian dilakukan amandemen terhadap konstitusi bangsa, UUD 1945, dan mengubahnya secara mendasar dari kondisi asalnya. Sekalipun Pembukaan UUD 1945 menguraikan Pancasila sebagai dasar negara, Batang Tubuh dipenuhi pasal-pasal yang bertentangan dengan Pembukaan.

Negara dan masyarakat dengan dasar Pancasila selalu mengusahakan harmoni antara orang per orang dan rakyat banyak. Oleh karena itu, demokrasi di Indonesia berbeda sekali dasarnya dari demokrasi liberal yang mengutamakan hak individu. Demokrasi di Indonesia mempunyai makna dan dampak politik, ekonomi, dan sosial. Sementara demokrasi liberal terutama bersifat politik dengan landasan satu orang satu suara. Demokrasi politik di Indonesia tak hanya memerhatikan terpilihnya wakil rakyat, tetapi yang tidak kalah penting adalah keterwakilan semua golongan masyarakat dan daerah di Indonesia. Karena itu, tidak relevan sama sekali mengatakan Indonesia sebagai negara demokrasi ketiga di dunia dengan membandingkan Indonesia dengan AS atau negara lain yang melaksanakan demokrasi liberal. Yang lebih penting adalah melaksanakan demokrasi di Indonesia secara baik sesuai Pancasila sebagai dasar negara.

Konstitusi harus kembali sesuai Pancasila. Untuk itu, UUD 1945 harus sepenuhnya, baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh, menguraikan apa yang harus dilakukan bangsa Indonesia sesuai dengan falsafah dan dasar negara. Demokrasi ekonomi harus terwujud dengan kondisi kesejahteraan rakyat yang tinggi, bebas dari kemiskinan dan keterbelakangan, serta penuh peluang dan kesempatan untuk berkembang maju dalam setiap aspek kehidupan. Demokrasi sosial harus berkembang dalam masyarakat yang hidup dengan dasar gotong royong, tergambar dalam sikap hidup harga-menghargai di antara semua orang dan golongan sekalipun beda agama, etnik, kondisi materiil, dan lainnya. Masyarakat dan kenyataan yang demikianlah yang harus diusahakan para pemimpin di Indonesia, khususnya para pemimpin yang mengendalikan pemerintahan. Sebab, itulah yang diinginkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan atau kuasa utama di negara ini.

Pilpres yang tidak sesuai dengan Pancasila saat ini “kalau bukan kawan maka ia adalah lawan yang harus dihancurkan”

Kondisi sekarang menjelang keputusan MK tanggal 22 Juli 2014 saya gambarkan dengan; “Api dirumput kering yang akan ditiup angin sehingga membakar seluruh hutan”

Sanjungan bagi para capresnya sudah melebihi Tuhan yang tidak boleh salah sedikitpun. Saling menyindir, menghujat, menghina antar kontestan dan pendukungnya makin hari makin tanpa arah. Bahkan saling membuka aib yang sangat disgusting, sudah menjurus ke arah penilaian-penilaian yang jauh dari konteks persaingan yang sehat. Jauh dari moral dan budaya bangsa yang mempunyai kultur saling menghargai. Dalam mendukung partai secara emosional tidak saja dilakukan oleh masyarakat awam biasa lewat media sosial atau kehidupan masyarakat, tapi juga dilakukan oleh para cerdik cendekiawan dari berbagai latar belakang akademik. Argumentasi-argumentasi lewat kaidah-kaidah ilmiah dihiraukan. Penyederhanaan logika demi pembenaran subyektif dilakukan tanpa malu secara akademik hanya untuk mendukung partai idolanya.

Pemahaman nasionalisme yang sempit menyeruak dimasyarakat melebihi SARA dan digunakan oleh masing-masing kontestan dan pendukungnya untuk menyudutkan pihak lawan. Nasionalisme telah diartikan demikian sempit demi memenangkan kursi presiden. Nasionalisme yang diartika secara sempit demi pembenaran partai politik amat berbahaya bagi kelangsungan hidup bermasyarakat dan bernegara. Nasionalisme mengarah pada bendera partai dan ditumpangi dengan retorika-retorika nasionalisme sempit berkemungkinan mengaburkan rasa nasionalisme lebih luas. Bahkan pilpres diasosisikan sebagai perang Badar oleh tokoh elitnya. Secara tidak sengaja masyarakat kita digiring untuk saling berhadapan demi sebuah kepetingan politik elite.  Kata Ahok: Itulah yang paling berbahaya; biar jelek, biar maling, biar sudah korupsi, biar sudah melakukan tindakan keji yang penting sesuku, satu ras dan seagama dengan saya. Hal tersebut yang membikin negara ini makin terpuruk. Kondisi saling mendukung melampaui kewajaran dalam mendukung partai politiknya. Perilaku kritis ini sudah memasuki relung kalbu para kontestan dan pendukungnya dan bahkan sudah mengarah kepada penyakit jiwa semacam paranoid, scizoprenic dan psikopat.

Kesimpulan

Akhirnya Pemilu 2014 dilaksanakan secara inskonstitusional, tidak menutup kemungkinan pihak terkait, baik para pendukung status quo maupun yang kalah, memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggugat para pemenang. Dalam kondisi demikian ini, dapat dipastikan akan terjadi dua kubu yang saling klaim kemenangan dan kebenaran. Dua kubu ini berada pada jumlah, wilayah, dan kekuatan politik yang hampir seimbang. Maka yang akan terjadi adalah keadaan chaos, yakni sebuah kondisi yang mengarah ke pemberontakan bersenjata. Chaos bisa terjadi karena alamiah atau bisa pula rekayasa oleh pihak yang mau mengambil atau mendapat keuntungan oleh kondisi ini.

Pasang mata buka telinga tanamkan hati tetapkan pikiran, Disamping konflik internal dalam negeri yang haus kekuasaan dan dendam kesumat elit yang tak pernah berakhir, negeri ini telah dikepung kekuatan asing, kapal induk Amerika telah berada di Samudera Hindia sebagian berada di Singapura, US marine berada didarwin yang siap di deploy mana kala intervensi Asing sudah ikut dalam pergolakan. Ancaman diatas bukanlah sekedar isapan jempol belaka, mengingat ini adalah masa suksesi kepemimpinan nasional. Dalam catatan sejarah Nusantara, bahkan sejak zaman Sultan Agung dulu, setiap ada suksesi terutama di tanah jawa. pasti terjadi gonjang-ganjing lihat saja buku “Babad Tanah Jawi”. Bahkan pasca kemerdekaan 1945 lalu, sejarah menunjukkan selalu terjadi ‘gonjang-ganjing’ setiap ada suksesi kekuasaan di negeri Indonesia modern. Mulai Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang ditandai serbuan tentara NICA-Belanda hingga penyerahan kedaulatan 1949; Lalu di zaman Kabinet Parlementaria (RIS) tahun 1950 hingga 1959, dimana masa itu kabinet Parlementaria jatuh-bangun hampir setiap 6 bulan berkuasa; Tahun 1959 Presiden Soekarno kemudian mengambil-lalih kekuasaan dengan Dekrit 5 Juli1959 dimana dia merombak sistem kekuasaan dengan menghapus konstitusi RIS dan kembali ke konstitusi 1945 sehingga sistem kekuasaan beralih ke tangannya penuh secara mutlak hingga tahun 1965 dengan kabinet Presedential.

Saat terjadi suksesi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto ahun 1965-1970, kembali negeri ini gonjang-ganjing dengan terjadi perang saudara saat itu. Lalu saat suksesi dari tangan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun di tahun 1998, juga terjadi gonjang-ganjing di tahun 1998 itu, bahkan lengkap dengan krisis ekonomi segala. Suksesi dari tangan Presiden Gus Dur yang di impeachment oleh MPR, juga hampir saja menyebabkan perang saudara kembali antara pengikut Gus Dur dengan melawan saingan politiknya saat itu pada tahun 2001, untung Gus Dur masih waras. Beliau memilih keluar negeri untuk sementara sampai suasana dingin baru kembali ke Indonesia waktu itu. Nah, sekarang adalah masa ketika Presiden SBY akan menyerahkan kekuasaanya kepada pemenang Pilpres diujung tahun 2014 menjelang 70 tahun NKRI. Pasangan Prabowo dan Jokowi sudah menunjukkan bukan kearah lebih baik namun kearah “Api dirumput kering yang akan ditiup angin sehingga membakar seluruh hutan” dari awal pilpres sampai detik ini tulisan diketik telinga ini panas mendengar berita televisi dan media internet tentang kecurangan kecurangan Pilpres, bagi orang waras bisa jadi gila melihat dan mendengarnya walaupun saya tidak mendukung capres manapun apalagi yang sudah gila menuhankan pilhannya.

Selamat Menunggu Hasil Capres yang anda Idolakan melebihi Tuhan

Akankah sesuai harapan anda? Atau keduanya tidak jadi ? atau lawan politik anda yang jadi ? Siapapun dia akan menghadapi ujian berat di tahun 2015 – 2016, atau proses nya dimulai dari sekarang?

“Bagi sebuah bangsa yang berjuang, tak ada akhir perjalanan.”

Solusinya:

Beberapa kejadian sudah penulis jabarkan dalam buku Dzikir Daud untuk Meruwat Kepemimpinan Nasional. Penulis juga tidak berkeinginan melihat negara ini runtuh dan tdk mempercayai adanya ramalan diatas karena Jutaan Rakyat masih waras dan tetap berdoa akan datang nya kebaikan dinegeri ini yang dibangun oleh keringat darah pejuang pendahulu, bagaimana membangun negeri ini ada dalam buku ke Dua penulis : “Konsep Amanat Revolusi Membangun Generasi Nusantara Jayasempurna (NUSA JAYA).”

Sinopsisnya : Membangun generasi Indonesia baru menganut paham Antrokratisme yang integralistik, bukan atas dasar ideologi politik, aliran kepercayaan, golongan masyarakat ataupun kelompok, melainkan untuk keperluan keseluruhan didalam kesatuan solidaritas yang otonom, berimbang dan terpadu demi rakyat itu sendiri: Antrokratik yang berhasrat membentuk persatuan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat di dalam kemajemukan masyarakat, keragaman, kesetaraan dan kebersamaan, kesetaraan dan kebersamaan, didalam kebangsaan ; Nasionalisme. Membangun generasi Indonesia baru mengacu kepada Solidaritas antokratik nasionalisme, yakni memadukan dan menyeimbangkan kepentingan masyarakat masing masing didalam kemajemukannya, berdasarkan kedaulatan rakyat di dalam kebijakan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan negara, serta senantiasa berupaya meningkatkan nilai nilai kualitatif kehidupan bermasyarakat :

a. Keadilan (Justice)

b. Kesejahteraan (Prosperity)

c. Ketentraman (Stability)

d. Kerukunan (Goodwill)

Membangun generasi Indonesia baru nusajaya kemajemukan (Pluralistic) yang terdapat didalam masyarakat adalah sebuah realita, bukanlah sebuah ancaman, malahan menjadi building block yang konkrit dalam pembangunan civil society Indonesia baru, masyarakat Nusajaya yang Antokratis yang berlandaskan solidaritas yang otonom. Makna dari solidaritas yang otonom terkandung didalam semangat jiwa kerakyatan Deklarasi Bastile ; Liberte, Egalite, Fraternite, yakni; Kebebasan, Kesetaraan dan Keakraban, dikemas dengan nilai nilai murni kemanusiaan sebagai pondasi nilai transenden, didalam pembentukan masyarakat baru, sesuai dengan unsur didalam;

a. Dasar Nilai nilai mulia Keagamaan

b. Dasar Nilai nilai murni ke-Pancasila-an

c. Dasar Nila nilai leluhur keadatan

Hal tersebut guna mengakomodasi terciptanya manusia Indonesia baru: Generasi Nusantara yang Jayasempurna, yang berakhlak mulia, negarawan yang ideal dan berwawasan global, serta memanifestasikan kearifan dan kebijaksanaan yang bermoral manusia universal. Antropolitik, menginklusifikasikan dasar dasar pluralistik yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia, dikemas dengan demokratis, yang mengandung unsur nilai nilai kualitatif kemanusiaan (Antokratis), mengikis nilai negatif kuantitatifnya, yang terbukti dengan adanya gejala gejala tirani didalam sistem mayoritasnya (the tyranny of majority). Dalam proses Antropolitik, mayoritas bukanlah sebagai kekuatan politik tunggal yang menentukan segalanya, sebaliknya mayoritas akan menanggung beban kepercayaan rakyat secara penuh serta bertanggung jawab kepada bangsa dan negara sesuai asas kedaulatan rakyat di dalam pemerintahan: dari rakyat, utnuk rakyat dan oleh rakyat sebagai pengabdian didalam meningkatkan keadilan, kesejahteraan, ketentraman, serta kerukunan.

Share this:

  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to share on Skype (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Reader Interactions

  • Facebook
  • Twitter
  • YouTube

COPYRIGHT © 2010 - 2018 RAJA SAMUDERA